TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK periode 2019-2024 yang baru terpilih bersiap menjalankan sejumlah program. Achsanul Qosasi, satu dari lima anggota BPK yang lolos uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan akan mendalami pemeriksaan laporan keuangan pemerintah dan badan usaha milik negara yang mengerjakan proyek infrastruktur.
Achsanul juga akan mendalami pemeriksaan sektor pendidikan pada awal masa jabatan. “Sesuai dengan konsep Nawacita, kualitas sektor pendidikan harus mulai ditingkatkan, termasuk untuk upaya pemeriksaan dan pemberian rekomendasi pada pemerintah,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Achsanul, politikus Partai Demokrat yang berstatus inkumben di jajaran anggota BPK, terpilih kembali setelah memperoleh 31 suara dalam mekanisme voting yang digelar Komisi XI DPR, Rabu petang lalu. Dia lolos bersama politikus Gerindra, Pius Lustrilanang; politikus Partai Golkar, Harry Azhar Aziz; politikus PDI Perjuangan, Daniel Tobing; dan auditor BPK, Hendra Susanto. Mereka merupakan bagian dari 30 kandidat anggota BPR yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan.
Berbeda dengan Achsanul, Pius Lustrilanang yang saat voting mendapat suara terbanyak (43 suara) tak menjanjikan terobosan. “BPK ini kan lembaga lama yang sudah diatur oleh konstitusi, mekanisme kerjanya sudah jelas,” ujar dia. Menurut Pius, setiap lima tahun BPK membuat strategi sesuai dengan rencana pembangunan yang disusun oleh presiden.
Namun dominasi politikus dalam jajaran anggota BPK dipersoalkan sejumlah lembaga. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, Roy Salam, mengatakan pola ini terus berulang sejak 2004. “Paling banyak terpilih dari wakil partai yang tidak lolos dalam pemilu,” kata dia. Roy pun menyebutkan publik sulit untuk mempercayai integritas anggota BPK jika mereka dipilih secara tertutup oleh politikus di DPR.
Demi membenahi lembaga ini, Roy mengusulkan proses seleksi independen dalam revisi Undang-Undang BPK. Dia meminta pemerintah dan DPR membentuk tim khusus untuk menyeleksi kandidat anggota BPK. “Demi meminimalkan konflik kepentingan.”
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Misbah Hasan, mengatakan revisi Undang-Undang BPK sudah enam tahun lebih tak dibahas. Padahal, dalam rancangan revisi aturan tersebut akan dibuat skema seleksi yang terbuka dan melibatkan berbagai pihak, seperti akademikus. “Anggota BPK harus professional.”
Achsanul dan Pius memberi tanggapan senada soal pandangan ini. Menurut Achsanul, kentalnya unsur politik dalam pemilihan anggota BPK tak menyebabkan hilangnya independensi para kandidat. “Ketika bertugas, independensi itu harus saya jaga baik-baik,” kata dia. Adapun Pius mengatakan tugas BPK sebagai pengawas cenderung mirip dengan politikus di DPR, yang juga memegang fungsi pengawasan. “BPK merupakan kepanjangan tangan DPR dalam melakukan fungsi pengawasan. Tidak ada masalah kalau mantan anggota DPR menjadi pimpinan BPK,” ujar dia.
Anggota Komisi XI DPR, Johnny G. Plate, mengatakan politikus memang memiliki modal bagus untuk maju sebagai anggota BPK. Tapi dia memastikan DPR tak hanya melihat latar belakang politik para kandidat. “Pengetahuan mereka akan pengelolaan keuangan negara sangar penting,” kata dia.